BIAMILLAHIRROHMAANIRROHIIM

ya Allah ...
berikanlah aku dan yang membaca ini ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat..
amiin

Jumat, 03 Mei 2013

FILSAFAT BARAT DAN FILSAFAT ISLAM


FILSAFAT

1.          Filsafat Barat
1.1              Pengertian 
Filsafat Barat adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno. Namun pada hakikatnya, tradisi falsafi Yunani sebenarnya sempat mengalami pemutusan rantai ketika salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge, Categories dan Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi bersamaan dengan eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara.
Selanjutnya dikatakan bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi sumber perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan di Eropa, maka John Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan menyalin kembali buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahan-terjemahan berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh filosof Islam pada dinasti Abbasyah.
Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
Dalam tradisi filsafat Barat di Indonesia sendiri yang notabene-nya adalah bekas jajahan bangsa Eropa-Belanda, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu. Tema-tema tersebut adalah: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
1.                  Tema Ontology
Ontologi membahas tentang masalah “keberadaan” sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris (kasat mata), misalnya tentang keberadaan alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya.
2.                  Tema Epistemology
Kata ini berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos(kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan. Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.

3.                  Tema Aksiolgi
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya.[2] Aksiologi berasal dari kata Yunaniaxion (nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang nilai.

1.2              Tokoh Filsafat Barat
1.                  Plato
Plato lahir sekitar 427 SM - meninggal sekitar 347 SM, dia adalah seorang filsuf dan matematikawan Yunani, dan pendiri dari Akademi Platonik di Athena, sekolah tingkat tinggi pertama di dunia barat. Ia adalah murid Socrates. Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi oleh Socrates.  Plato adalah guru dari Aristoteles. Karyanya yang paling terkenal ialah Republik (dalam bahasa Yunani Πολιτεία atau Politeia, "negeri") yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada keadaan "ideal". Dia juga menulis 'Hukum' dan banyak dialog di mana Socrates adalah peserta utama. Salah satu perumpamaan Plato yang termasyhur adalah perumpaan tentang orang di gua.  Cicero mengatakan Plato scribend est mortuus (Plato meninggal ketika sedang menulis).

2.                  Thomas Aquinas
Aquinas dilahirkan di Roccasecca dekat NapoliItalia. Dalam keluarga bangsawan Aquino. Ayahnya ialah Pangeran Landulf dari Aquino dan ibunya bernama Countess Teodora Carracciolo.Kedua orang tuanya adalah orang Kristen Katolik yang saleh.Thomas, pada umur lima tahun diserahkan ke biara Benedictus di Monte Cassino agar dibina untuk menjadi seorang biarawan. Setelah sepuluh tahun Thomas berada di Monte Cassino, ia dipindahkan ke Naples. Di sana ia belajar mengenai kesenian dan filsafat (1239-1244). Selama di sana, ia mulai tertarik pada pekerjaan kerasulan gereja, dan berusaha untuk pindah ke Ordo Dominikan, suatu ordo yang sangat berperan pada abad itu. Keinginannya tidak direstui oleh orang tuanya sehingga ia harus tinggal di Roccasecca setahun lebih lamanya. Namun, karena tekadnya pada tahun 1245, Thomas resmi menjadi anggota Ordo Dominikan.
Sebagai anggota Ordo Dominikan, Thomas dikirim belajar pada Universitas Paris, sebuah universitas yang sangat terkemuka pada masa itu. Ia belajar di sana selama tiga tahun (1245 -- 1248). Di sinilah ia berkenalan dengan Albertus Magnus yang memperkenalkan filsafat Aristoteles kepadanya.[5] Ia menemani Albertus Magnus memberikan kuliah di Studium Generale di ColognePerancis, pada tahun 1248 - 1252.
Pada tahun 1252, ia kembali ke Paris dan mulai memberi kuliah Biblika (1252-1254) dan Sentences, karangan Petrus Abelardus (1254-1256) di Konven St. JacquesParis. Thomas ditugaskan untuk memberikan kuliah-kuliah dalam bidang filsafat dan teologia di beberapa kota di Italia, seperti di AnagniOrvietoRoma, dan Viterbo, selama sepuluh tahun lamanya. Pada tahun 1269, Thomas dipanggil kembali ke Paris untuk tiga tahun karena pada tahun 1272 ia ditugaskan untuk membuka sebuah sekolah Dominikan di Naples.  Dalam perjalanan menuju ke Konsili Lyons, tiba-tiba Thomas sakit dan meninggal di biara Fossanuova7 Maret 1274Paus Yohanes XXII mengangkat Thomas sebagai orang kudus pada tahun 1323.

3.                  Rene Descartes
Lahir di La HayePerancis31 Maret 1596 – meninggal di StockholmSwedia11 Februari 1650 pada umur 53 tahun), juga dikenal sebagai Renatus Cartesius dalam literatur berbahasa Latin, merupakan seorang filsuf dan matematikawan Perancis. Karyanya yang terpenting ialah Discours de la méthode (1637) dan Meditationes de prima Philosophia(1641).
Descartes, kadang dipanggil "Penemu Filsafat Modern" dan "Bapak Matematika Modern", adalah salah satu pemikir paling penting dan berpengaruh dalam sejarah barat modern. Dia menginspirasi generasi filsuf kontemporer dan setelahnya, membawa mereka untuk membentuk apa yang sekarang kita kenal sebagai rasionalisme kontinental, sebuah posisi filosofikal pada Eropa abad ke-17 dan 18.
Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir.
Dalam bahasa Latin kalimat ini adalah: cogito ergo sum sedangkan dalam bahasa Perancis adalah: Je pense donc je suis. Keduanya artinya adalah: "Aku berpikir maka aku ada". (IngI think, therefore I am).
Meski paling dikenal karena karya-karya filosofinya, dia juga telah terkenal sebagai pencipta sistem koordinat Kartesius, yang memengaruhi perkembangan kalkulus modern. Ia juga pernah menulis buku berjudul Rules for the Direction of the Mind.

4.                  Immanuel Kant
Dia lahir di Königsberg, 22 April 1724 – meninggal di Königsberg, 12 Februari 1804pada umur 79 tahun, dia adalah seorang filsuf Jerman. Karya yang terpenting adalah Kritik der Reinen Vernunft, 1781. Dalam bukunya ini ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata lain “apa yang bisa diketahui manusia.” Ia menyatakan ini dengan memberikan tiga pertanyaan:
a.       Apakah yang bisa kuketahui?
b.       Apakah yang harus kulakukan?
c.       Apakah yang bisa kuharapkan
Pertanyaan ini dijawab sebagai berikut:
a)                  Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan panca indria. Lain daripada itu merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide.
b)                 Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah peraturan umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif kategoris”. Contoh: orang sebaiknya jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum, maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan.
c)                  Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah yang memutuskan pengharapan manusia.

5.                   Arthur Schopenhauer
Dia adalah seorang filsuf Jerman Schopenhauer lahir di Danzig pada tahun 1788. Ia menempuh pendidikan di Jerman, Perancis, dan Inggris. Ia mempelajari filsafat diUniversitas Berlin dan mendapat gelar doktor di Universitas Jena pada tahun 1813. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Frankfurt, dan meninggal dunia di sana pada tahun 1860.
Dalam perkembangan filsafat Schopenhauer, ia dipengaruhi dengan kuat oleh Imanuel Kant dan juga pandangan Buddha. Pemikiran Kant nampak di dalam pandangan Schopenhauer tentang dunia sebagai ide dan kehendak. Kant menyatakan bahwa pengetahuan manusia terbatas pada bidang penampakan atau fenomena, sehingga benda-pada-dirinya-sendiri (das Ding an sich) tidak pernah bisa diketahui manusia. Misalnya, apa yang manusia ketahui tentang pohon bukanlah pohon itu sendiri, melainkan gagasan orang itu tentang pohon. Schopenhauer mengembangkan pemikiran Kant tersebut dengan menyatakan bahwa benda-pada-dirinya-sendiri itu bisa diketahui, yakni "kehendak".

6.                  Karl Heinrich Marx
Lahir  di Trier  Jerman  5 Mei 1818 – meninggal di London14 Maret 1883 pada umur 64 tahun. Dia adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dariPrusia.
Walaupun Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai "Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah pertentangan kelas", sebagaimana yang tertulis dalam kalimat pembuka dari Manifesto Komunis.


7.                  Friedrich Wilhelm Nietzsche
Lahir  di Rocken dekat Lutzen15 Oktober 1844 – meninggal di Weimar25 Agustus 1900 pada umur 55 tahun. Dia adalah seorang filsuf Jerman dan seorang ahli ilmu filologi yang meneliti teks - teks kuno. Ia merupakan salah seorang tokoh pertama dari eksistensialisme modern yang ateistis.

8.                  Jean-Paul Sartre
Dia lahir di ParisPerancis21 Juni 1905 – meninggal di Paris15 April 1980 pada umur 74 tahun. Dia adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ialah yang dianggap mengembangkan aliran eksistensialisme. Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi (L'existence précède l'essence). Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L'homme est condamné à être libre).
Pada tahun 1964 ia diberi Hadiah Nobel Sastra, namun Jean-Paul Sartre menolak. Ia meninggal dunia pada 15 April 1980 di sebuah rumah sakit di Broussais (Paris). Upacara pemakamannya dihadiri kurang lebih 50.000 orang.
Pasangannya adalah seorang filsuf wanita bernama Simone de Beauvoir. Sartre banyak meninggalkan karya penulisan diantaranya berjudul Being and Nothingness atau Ada dan Ketiadaan.

1.3              Tokoh-tokoh Filsuf Barat era Klasik
1.                  Thales (635-545 SM)
Dalam sejarah filsafat, Thales dijuluki sebagai filsuf Yunani pertama. Keterangan tentang Thales banyak berasal dari Aristoteles. Thales berusaha menjawab pertanyaan: apa asal-usul segala sesuatu. Menurut Thales, bahan dasar dari segala sesuatu adalah air.
2.                  Anaximandros (611-545 SM).
Anaximandros adalah teman sejawat Thales. Dia juga mencari jawaban atas pertanyaan sama yang menggugah Thales. Tapi menurut dia. Prinsip pertama dan utama itu tidak mungkin air seperti yang dikatakan Thales. Menurut dia, prinsip pertama dari segala benda adalah to aperion (yang brarti substandi yang tak terbatas). To aperion itu kekal dan tak dimakan usia, itulah yang merangkum seluruh jagad.
3.                  Anaximenes (588-524 SM)
Menurut Anaximenes, prinsip dasar segala sesuatu adalah udara. Udara adalah prinsip kehidupan. “sebagaimana halnya jiwa kita, yakni udara, mempersatukan kita, demikian juga nafas dan udara merangkul seluruh dunia,” kata anximenes. Jadi, udara adalah prinsip dasar (Urstoff) dari dunia.
4.                  Pythagoras (580-500 SM)
Pythagoras mendirikan sebuah tarekat keagamaan di Kroton, Italia Selatan. Pythaghoras dijuluki “pemimpin dan Bapak Filsafat Ilahi”. Pythagoras mengajarkan bahwa jiwa itu kekal, dan dapat berpindah-pindah. Sesudah kematian, jiwa berpindah kepada hewan, dan begitu seterusnya. Menurutnya prinsip dari segala-galanya adalah matematika, semua benda dapat dihitung dengan angka, dan kita dapat mengekspresikan banyak hal dengan angka-angka.
5.                  Xenophanes (570-480 SM)
Xenophanes bukan filsuf, tetapi seorang pemikir yang kritis. Xenophanes menolak anthropomorfisme allah-allah. Ia berpendapat bahwa Allah bersifat kekal. Dia menolak anggapan bahwa Allah dilahirkan. Maka dapat disimpulkan bahwa menurut dia, Allah tidak memiliki permulaan.
6.                  Herocleitos (540-475 SM)
Ia memandang rendah orang-orang kebanyakan. Bahkan orang-orang ternama masa sebelumnya, tidak dihargainya. Di bidang agama, ia tidak menghargai misteri-misteri. Ia mengajarkan pandangan panteistik tentang Allah. Ajarannya dikenal dengan panta rei. Artinya, segala sesuatu mengalir.
7.                  Pamenides dan Melissus (451-449)
Parmenides inilah yang pertama-tama berfilsafat tentang “yang ada”. Dia memperkenalkan metafisika. Inti ajarannya adalah: Being, the One, is, and that becoming, change, is illusion. Pluralitas adalah ilusi.
8.                  Zeno (490-?
Zeno adalah murid Parmenides. Dia memberikan sejumlah argumen brilian untuk membuktikan bahwa tidak mungkin ada gerak, misalnya teka-teki Achilles dan kura-kura.
9.                  Empodocles
Empodocles seperti Parmenides, mengajarkan bahwa materi tidak punya awal dan akhir. Materi tidak dapat binasa. Menurut dia, unsur dasar dari segala-galanya adalah tanah, udara, api dan air. Keempat benda itu tidak dapat saling dipertukarkan. Ia juga mengajarkan tentang perpindahan jiwa. Dia sendiri mengatakan bahwa di waktu lampau, dia sendiri adalah anak laki-laki, anak perempuan, tumbuhan, burung dan ikan.
10.              Anaxagoras (500-420 SM)
Sumbangan paling penting Anaxigoras bagi filsafat adalah teorinya tentang rasio (nous). Jika Empodocles mengajarkan bahwa gerakan di jagad raya disebabkan oleh kekuatan fisik cinta dan kebencian, maka Anaxigoras mengatakan bahwa gerakan disebabkan oleh rasio. “Nous memiliki kekuasaan atas segala sesuatu yang memiliki hidup, baik besar maupun kecil”.
Tokoh-tokoh berikutnya
a.       Leucippus
b.      Demokritus
c.       Protagoras
d.      Prodicus
e.        Hippias
f.        Gorgias
g.      Socrates
h.      Plato
i.        Aristoteles.


2.          Filsafat islam
2.1              Pengertian
a)   Sidi Gazalba memberikan gambaran sebagai berikut: Bahwa Tuhan memberikan akal kepada manusia itu menurunkan nakal (wahyu/sunnah) untuk dia. Dengan akal itu ia membentuk pengetahuan. Apabila pengetahuan manusia itu digerakkan oleh nakal, menjadilah ia filsafat Islam. Wahyu dan Sunnah (terutama mengenai yang ghaib) yang tidak mungkin dibuktikan kebenarannya dengan riset, filsafat Islamlah yang memberikan keterangan, ulasan dan tafsiran sehingga kebenarannya terbuktikan dengan pemikiran budi yang bersistem, radikal dan umum (Drs. Sidi Gazalba, hal. 31).
b)  Ahmad Fuad al-Ahwani : Filsafat Islam adalah pembahasan tentang alam dan manusia yang disinari ajaran Islam.
c)   Mustofa Abdur Razik : Filsafat Islam adalah filsafat yang tumbuh di negeri Islam dan di bawah naungan negara Islam, tanpa memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya. Pengertian ini diperkuat oleh Prof. Tara Chand, bahwa orang-orang Nasrani dan Yahudi yang telah menulis kitab-kitab filsafat yang bersifat kritis atau terpengaruh oleh Islam sebaiknya dimasukkan ke dalam Filsafat Islam.
d)  Dr. Ibrahim Madzkur mengatakan: Filsafat Arab bukanlah berarti bahwa ia adalah produk suatu ras atau umat. Meskipun demikian saya mengutamakan menamakannya filsafat Islam, karena Islam bukan akidah saja, tetapi juga sebagai peradaban. Setiap peradaban mempunyai kehidupannya sendiri dalam aspek moral, material, intelektual dan emosional. Dengan demikian, Filsafat Islam mencakup seluruh studi filosofis yang ditulis di bumi Islam, apakah ia hasil karya orang-orang Islam atau orang-orang Nasrani ataupun orang-orang Yahudi (Fuad Al-Ahwani, Hal. 15).

2.1.1        Tiga Istilah
Dalam tradisi intelektual Islam, kita temukan tiga istilah yang umum untuk filsafat. Pertama, istilah hikmah,yang tampaknya sengaja dipakai agar terkesan bahwa filsafat itu bukan barang asing, akan tetapi berasal dari dan bermuara pada al-Qur’an. Al-‘Amiri, misalnya, menulis bahwa hikmah berasal dari Allah, dan diantara manusia yang pertama dianugrahi hikmah oleh Allah ialah Luqman al-Hakim. Disebutnya ketujuh filsuf Yunani kuno itu sebagai ahli hikmah (al-hukama’ as-sab‘ah)–yakni Thales, Solon, Pittacus, Bias, Cleobulus, Myson dan Chilon.
Demikian pula al-Kindi, yang menerangkan bahwa ‘falsafah’ itu artinya hubb al-hikmah (cinta pada kearifan). Sementara Ibnu Sina menyatakan bahwa: hikmah adalah kesempurnaan jiwa manusia tatkala berhasil menangkap makna segala sesuatu dan mampu menyatakan kebenaran dengan pikiran dan perbuatannya sebatas kemampuannya sebagai manusia (istikmal an-nafs al-insaniyyah bi tashawwur al-umur wa t-tashdiq bi l-haqa’iq an-nazhariyyah wa l-‘amaliyyah ‘ala qadri thaqat al-insan). Siapa berhasil menggapai ‘hikmah’ sedemikian maka ia telah mendapat anugerah kebaikan berlimpah, ujar Ibnu Sina.
Sudah barang tentu tidak semua orang setuju dengan istilah ini. Imam al-Ghazali termasuk yang menentangnya. Menurut beliau, lafaz ‘hikmah’ telah dikorupsi untuk kepentingan filsuf, karena ‘hikmah’ yang dimaksud dalam kitab suci al-Qur’an itu bukan filsafat, melainkan Syari‘at Islam yang diturunkan Allah kepada para nabi dan rasul.
Yang kedua adalah istilah falsafah, yang diserap ke dalam kosakata Arab melalui terjemahan karya-karya Yunani kuno. Definisinya diberikan oleh al-Kindi: filsafat adalah ilmu yang mempelajari hakikat segala sesuatu sebatas kemampuan manusia. Filsafat teoritis mencari kebenaran, manakala filsafat praktis mengarahkan pelakunya agar ikut kebenaran. Berfilsafat itu berusaha meniru perilaku Tuhan. Filsafat merupakan usaha manusia mengenal dirinya. Demikian tulis al-Kindi.
Sekelompok  cendekiawan bernama‘Ikhwan as-Shafa’ menambahkan: ‘Filsafat itu berangkat dari rasa ingin tahu. Adapun puncaknya adalah berkata dan berbuat sesuai dengan apa yang anda tahu (al-falsafah awwaluha mahabbatul-‘ulum ... wa akhiruha al-qawl wal-‘amal  bi-ma yuwafiqul-‘ilm)’.
Ketiga, istilah ‘ulum al-awa’il  yang artinya ‘ilmu-ilmu orang zaman dulu’. Yaitu ilmu-ilmu yang berasal dari peradaban kuno pra-Islam seperti India, Persia, Yunani dan Romawi. Termasuk diantaranya ilmu logika, matematika, astronomi, fisika, biologi, kedokteran, dan sebagainya.
2.1.2        Tiga Perspektif
Terdapat beberapa pandangan mengenai matriks filsafat Islam. Pandangan pertama dipegang oleh mayoritas orientalis. Filsafat Islam adalah kelanjutan dari filsafat Yunani kuno: ‘It is Greek philosophy in Arabic garb’, demikian kata Renan, Gutas, dan Adamson yang  lebih suka menyebutnya sebagai ‘filsafat [berbahasa] Arab’ (Arabic Philosophy). Dibalik pandangan ini terselip rasisme intelektual bahwa filsafat itu murni produk Yunani dan karenanya kaum Muslim sekadar mengambil dan memelihara untuk diwariskan kepada generasi sesudah mereka. Memang, dalam literatur sejarah filsafat dunia, peran dan kedudukan filsafat Islam seringkali dimarginalkan dan direduksi, atau bahkan diabaikan sama sekali. Mulai dari Hegel sampai Coplestone dan Russell, filsafat Islam hanya dibahas sambil lalu,sebagai “jembatan peradaban” (Kulturvermittler)dari Zaman Kegelapan ke Zaman Pencerahan.
Pandangan kedua menganggap filsafat Islam itu reaksi terhadap doktrin-doktrin agama lain yang telah berkembang pada masa lalu. Para pemikir Muslim dituduh telah mencomot dan terpengaruh oleh tradisiYahudi-Kristen. Pendapat ini diwakili Rahib Maimonides: “Ketahuilah olehmu bahwa semua yang dilontarkan oleh orang Islam dari golongan Mu‘tazilah maupun Asy‘ariyah mengenai masalah-masalah ini berasas pada sejumlah proposisi-proposisi yang diambil dari buku-buku orang Yunani dan Syria yang ditulis untuk menyanggah para filosof dan mematahkan argumen-argumen mereka.”
Dua sudut pandang tersebut di atas dikritik tajam antara lain oleh Seyyed Hossein Nasr. Orientalis yang menganut perspektif Greco-Arabic biasanya mengkaji filsafat Islam sebagai barang purbakala atau artifak museum, sehingga pendekatannya melulu historis dan filologis. Di mata orientalis semisal Van den Bergh, Walzer dan Gutas, filsafat Islam itu ibarat sesosok mummi yang hidup antara abad ke-9 hingga ke-12 Masehi. Akibatnya, lanjut Nasr, para orientalis itu tidak tahu dan tak peduli akan fakta filsafat Islam sebagai kegiatan intelektual yang terus hidup dari dahulu sampai sekarang: Islamic philosophy has remained a major intellectual activity and a living intelllectual tradition within the citadel of Islam to this day, di pusat-pusat keilmuan di Dunia Islam.
Yang pandangan ketiga adalah perspektif revisionis yang memandang filsafat Islam itu lahir dari kegiatan intelektual selama berabad-abad semenjak kurun pertama Islam. Bukankah perbincangan tentang kemahakuasaan dan keadilan Tuhan, tentang hakikat kebebasan dan tanggung-jawab manusia merupakan cikal bakal tumbuhnya filsafat? Munculnya kelompok  Khawarij, Syi‘ah,Mu‘tazilah dan lain-lain,yang melontarkan pelbagai argumen rasional disamping merujuk kepada ayat-ayat al-Qur’an jelas sekali mendorong berkembangnya pemikiran filsafat dalam Islam. Contohnya sepucuk surat dari al-Hasan al-Basri kepada Khalifah perihal qadha dan qadar, dimana beliau menangkis argumen kaum fatalis maupun argumen rasionalis sekular. Perdebatan seru segera menyusul di abad-abad berikutnya seputar kedudukan logika, masalah atom, ruang hampa, masa, dan yang tak terhingga dalam hubungannya dengan kewujudan Tuhan serta keazalian dan keabadian alam semesta.
Pandangan revisionis ini diwakili antara lain oleh M.M. Sharif, Oliver Leaman, dan Alparslan Açıkgenç. Filsafat Islam tidak bermula dengan al-Kindi dan berhenti dengan kematian Ibnu Rusyd. Sebagai produk dialektika unsur-unsur internal Umat Islam itu sendiri, bangunan filsafat Islam dapat ditemukan fondasinya dalam kitab suci al-Qur’an yang menduduki posisi sentral dalam kehidupan spiritual-intelektual kaum Muslim. Bagi Oliver Leaman, filsafat Islam adalah nama generik keseluruhan pemikiran yang lahir dan berkembang dalam lingkup peradaban Islam, terlepas apakah mereka yang punya andil berbangsa Arab ataupun non-Arab, Muslim ataupun non-Muslim, hidup di Timur Tengah ataupun bukan,berbahasa Arab, Parsi, Ibrani, Turki, ataupun Melayu sebagai mediumnya, sejak zaman dulu sampai sekarang ini. Leaman mencermati adanya cara pandang Islami yang membingkai itu semua (framed within the language of Islam, within the cultural context of Islamic society). Artinya, filsafat Islam itu luas dan kaya.


2.2              Tokoh – tokoh filsafat islam
1.                  AL-KINDI
Nama lengkapnya abu yusuf , ya’kub bn ishak al – sabbah bin imran bin asha’ath bin kays al kindi. Beliau biasa disebut ya’kub, lahir pada tahun 185 H (801 M) di kuffah. Keturunan dai suku kays, dengan gelar abu yusuf ( bapak dari anak bernama yusuf ) nama orang tua ishaq ashshabbah dan ayahnya menjabat gubernur di kuffah , pada masa pemerintahan al – mahdi dan harun al rasyid dari bani abbas.
Nama al- kindi adalah merupakan nama yang di ambil dari nama sebuah suku, yaitu : banu kindah. Banu kindah adalah suku keturunan kindah , yang berlokasi di daerah selatan jazirah arab dan mereka ingin memepunyai kebudayaan yang tinggi. Sebagai orang yang dilahirkan dikalangan para intelektual , makan pendidikan yang pertama- tama diterima adalah membaca Al- Qur’an, menulis, dan berhitung. Menerjemahkan beberapa buku yunani didalam bahasa syiria kuno, dan bahasa arab.
Al-kindi mengarang buku – buku yang menganut keterangan ibnu al – nadim buku yang ditulisnya berjumlah241 dalam bidang filsafat , logika, aritmatika, astronomi, kedokteran,ilmu jiwa, politik, optic, music, matematika dan sebagainya. Dari karangan – karangannya dapat diketahui bahwa al-kindi termasuk penganut aliran ekletisisme : dalam metafisika dan kosmologi mengambil pendapat aristoteles, dalam psikologi mengambil pendapat Socrates dan plato.
Mengenai filsafat dan agama , al-kindi berusaha mempertemukan antara kedua halk ini filsafat dan agama. Al-kindi berpendapat bahwa filsafata adalah ilmu tentang kebenaran atau ilmu yang paling mulia dan paling tinggi martabatnya. Dan agama juga merupakan ilmu mengenai kebenaran akan tetapi keduanya memiliki perbedaan.
Mengenai hakikat tuhan, al-kindi menegaskan bahwa tuhan adalah wujud yang hak ( benar ) , yang bukan asalnya tidak adamenjadi ada, ia selalu aka nada. Jadi tuhan adalah wujud sempurna yang tidak didahului oleh wujud yang lain, tidak beakhir wujudnya dan tidak wujud kecuali dengannya.
Unsure – unsure filsafat yang kita dapati pemikiran al – kindi ialah :
1.    Aliran pytagoras tentang matematika sebagai jalan kea rah filsafat
2.    Pikiran – pikiran aristoteles dalam soal – soal fisika dan metafisika, meskipun al-kindi tidak sependapat dengan aristoteles tentang qadimnya alam.
3.    Pikiran – pikiran plato dalam soal kejiwaan.
4.    Pikiran – pikiran palto dan aristoteles bersama- sam dalam soal etika.
5.    Wahyu dan iman ( ajaran – ajaran agama ) dalam soal –soal yang berhubungan dengan tuhan dan sifat- sifatnya.
6.    Aliran mu’tazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dalam menakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Haruslah diakui bahwa al- kindi tidak mempunyai system filsafat yang lengkap. Jasanya ialah karena di adalah orang yeng pertama – tama membuka pintu filsafat bagi dunia arab dan diberinya corak arab keislaman. Pendiri filsafat islam sebenarnya ialah ala- farabi.